DPRD Makassar Usulkan Pembangunan SMP Baru untuk Atasi Masalah Overkapasitas dan Siswa Tak Terdaftar di Dapodik

Makassar,  – DPRD Makassar mengusulkan pembangunan sekolah menengah pertama (SMP) baru setelah ditemukan masalah serius terkait 1.323 siswa yang tidak terdaftar dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Masalah ini terjadi akibat overkapasitas rombongan belajar (rombel) yang memicu ketidakterdaftarnya ribuan siswa tersebut dalam sistem.

Bacaan Lainnya

Ketua Komisi D DPRD Makassar, Ari Ashari Ilham, mengatakan, salah satu solusi yang diusulkan adalah membangun SMP baru untuk menampung jumlah siswa yang terus meningkat. Alternatif lainnya, l

anjut Ari, adalah menerapkan sistem pembelajaran dengan jam shift, di mana SD dapat menggunakan jam pagi, dan SMP menggunakan jam siang. Sistem ini dikenal dengan istilah regrouping.

“Rekomendasi kami adalah mencari solusi terbaik, apakah dengan membangun SMP baru ataukah dengan sistem jam shift, seperti yang sudah diterapkan di beberapa daerah,” ujar Ari kepada detikSulsel pada Sabtu (25/1/2025).

Ari menjelaskan, masalah ini muncul karena penerimaan siswa di SMP negeri pada jalur “solusi” melebihi kapasitas rombel ideal. Hal ini terjadi saat penerimaan peserta didik baru (PPDB) lewat jalur solusi yang terkesan dipaksakan, sehingga jumlah siswa yang diterima melebihi batas kuota rombel yang sudah ditetapkan.

“Di Makassar, ada 351 SD negeri, sementara SMP negeri hanya 55. Jika tidak ada penambahan ruang kelas baru, masalah ini akan terus berlanjut,” tambah Ari.

Meskipun kebijakan Disdik Makassar saat itu bertujuan untuk mengakomodasi semua siswa lulusan SD agar bisa melanjutkan pendidikan di SMP negeri, kebijakan ini ternyata memicu masalah besar, yaitu melanggar aturan kuota rombel yang sudah ditentukan.

“Kami memahami posisi dinas pendidikan, karena jika tidak mengakomodir siswa yang melalui jalur solusi, di mana mereka akan bersekolah? Tidak semua orang tua mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta,” ungkap Ari.

Namun, ia juga menekankan bahwa jalur solusi seharusnya dilihat dari sisi positif. Pasalnya, dari 351 SD yang ada, hanya ada 55 SMP negeri, yang tentu saja tidak cukup untuk menampung semua lulusan SD.

“Jalur solusi itu bukan untuk dipandang negatif, namun harus dipahami sebagai upaya untuk memberikan akses pendidikan kepada siswa. Namun ke depan, kami berharap masalah ini bisa dievaluasi dan ditangani dengan lebih baik,” tambahnya.

Ari juga mengingatkan bahwa pada PPDB tahun depan, tidak akan ada lagi penambahan rombel setelah kuota sudah tercapai. Ia menegaskan, jika satu rombel sudah terisi 32 siswa, maka jumlah tersebut harus dipatuhi tanpa ada penambahan lagi.

“Ke depan, tidak ada lagi penambahan rombel setelah kuota terpenuhi. Jika satu rombel sudah terdiri dari 32 siswa, maka tidak boleh ada penambahan,” tegasnya.

Sebelumnya, Ombudsman Sulsel menemukan bahwa 1.323 siswa yang tidak terdaftar di Dapodik merupakan hasil dari PPDB jalur solusi. Jalur solusi diterapkan untuk mengakomodasi siswa yang tidak lolos PPDB melalui jalur zonasi, afirmasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua/wali. Namun, jalur solusi ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) PPDB yang berlaku.

“Jalur solusi ini sampai saat ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas, serta syarat, mekanisme, dan konsekuensi yang belum teratur,” ungkap Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Sulsel, Aswiwin Sirua.

Dengan adanya masalah ini, Ari berharap agar sistem PPDB ke depan lebih baik dan lebih terencana, serta bisa mengakomodasi semua siswa dengan lebih baik.(*)