Makassar,- Pemerintah Kota Makassar mendapat apresiasi dari DPRD atas respon cepatnya dalam merespons keluhan petani terkait kelangkaan pupuk di wilayah Barombong.
Namun, perhatian serius juga diminta untuk mengatasi akar persoalan yang masih membayangi para petani, terutama di sektor pertanian dan perikanan yang menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat setempat.
Sekretaris Komisi B DPRD Makassar, Andi Tenri Uji, mengatakan bahwa pihaknya menerima banyak keluhan dari petani di sejumlah kelurahan di Barombong terkait kesulitan memperoleh pupuk, baik yang bersumber dari bantuan pemerintah maupun yang dijual secara umum di pasaran.
“Temuan kami di lapangan menunjukkan petani di Barombong masih sangat kesulitan mendapatkan pupuk. Bukan hanya soal bantuan, tapi bahkan untuk membeli pun mereka mengalami hambatan. Ini tentu harus menjadi perhatian serius,” ujar Andi Tenri saat ditemui usai rapat kerja di DPRD Makassar, Senin (19/05).
Ia menilai, meskipun Dinas Pertanian telah menunjukkan upaya yang cukup sigap dalam merespons kondisi tersebut, namun pemerintah kota perlu mengambil langkah strategis dan berkelanjutan dalam memastikan ketersediaan dan distribusi pupuk bagi para petani.
“Kita melihat ada respon, tapi belum maksimal. Saya harap tahun ini pemerintah bisa betul-betul menjamin stok pupuk memadai, terutama karena frekuensi panen di Barombong bisa mencapai 3-4 kali setahun. Artinya kebutuhan pupuk sangat tinggi dan harus dijaga kontinuitasnya,” jelasnya.
Andi Tenri, yang juga merupakan legislator dari daerah pemilihan (Dapil) Tamalate-Barombong, menilai salah satu faktor yang memicu kelangkaan adalah distribusi pupuk dari pemerintah pusat yang tidak merata dan kerap mengalami keterlambatan.
“Kelangkaan ini tidak bisa hanya disalahkan ke daerah. Banyak juga soal teknis distribusi dari pusat yang sering terlambat. Ini yang menyebabkan petani terjepit, padahal mereka adalah bagian dari pilar ketahanan pangan kita,” imbuhnya.
Menurutnya, pemerintah kota bisa mengambil langkah alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada distribusi pusat, seperti menyusun sistem buffer stock atau gudang cadangan pupuk berbasis wilayah. Dengan demikian, ketika pengiriman dari pusat terlambat, kebutuhan petani lokal tetap bisa dipenuhi.
Selain menyoroti sektor pertanian konvensional, Andi Tenri juga menyampaikan harapannya terhadap keberlanjutan program Urban Farming yang diinisiasi Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin. Program ini dinilai sebagai strategi cerdas dalam memperkuat ketahanan pangan dari tingkat rumah tangga, terutama di kawasan perkotaan yang memiliki keterbatasan lahan.
“Urban Farming bisa menjadi jawaban atas sebagian masalah pangan kita. Masyarakat bisa menanam sayur, buah, atau tanaman pangan lainnya di pekarangan rumah, di pot, bahkan di dinding vertikal. Ini langkah yang sangat positif,” ungkapnya.
Ia mengakui bahwa program ini masih dalam tahap awal dan belum merata menyentuh seluruh kelurahan. Namun ia optimistis bahwa dalam beberapa tahun ke depan, jika digarap serius, Urban Farming dapat menjadi bagian integral dari sistem pangan Kota Makassar.
“Meski belum menyeluruh, saya percaya jika program ini dijalankan konsisten dan melibatkan masyarakat secara aktif, maka minimal beberapa persen kebutuhan pangan kota bisa dipenuhi sendiri dari rumah-rumah warga,” ujarnya.
Barombong dikenal sebagai salah satu wilayah dengan potensi hasil bumi terbesar di Makassar, tidak hanya di sektor pertanian tetapi juga perikanan. Untuk itu, Andi Tenri meminta agar kebijakan pembangunan ke depan bisa melihat dua sektor tersebut secara terpadu.
“Kita tidak boleh hanya fokus pada satu sektor. Barombong ini punya kekuatan ganda, yaitu pertanian dan perikanan. Keduanya harus diperhatikan secara berimbang agar benar-benar bisa mendorong kesejahteraan masyarakat di sana,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan mengajak seluruh stakeholder, baik pemerintah, dinas teknis, maupun masyarakat, untuk terus bersinergi dalam mewujudkan Makassar sebagai kota yang tangguh dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan, baik di sektor tradisional maupun inovatif.
Sementara itu, Pemerintah Kota Makassar mengambil langkah konkret dalam menghadapi ancaman krisis pangan dengan menggalakkan pengembangan pertanian perkotaan atau urban farming.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menegaskan bahwa keterbatasan lahan tidak menjadi penghalang untuk mencapai swasembada pangan di wilayah perkotaan.
Dalam keterangannya, Munafri mengungkapkan bahwa berbagai skema pertanian di lahan terbatas tengah dikembangkan.
Salah satu fokusnya adalah pemanfaatan teknologi pertanian modern seperti sistem hidroponik dan penggunaan pupuk organik.
“Kami ingin masyarakat setidaknya bisa memenuhi 20 persen dari kebutuhan pangannya sendiri,” ujar Munafri.
Saat ini, Kota Makassar masih memiliki sekitar 1.600 hektare lahan sawah yang aktif dikelola. Pemanfaatan lahan ini terus dioptimalkan, terlebih di tengah derasnya arus urbanisasi.
Pemkot Makassar berupaya agar lahan-lahan produktif tidak tergerus pembangunan dan tetap dapat digunakan sebagai sumber ketahanan pangan.
Munafri juga menekankan pentingnya sinergi antarwilayah dalam menjamin ketersediaan pangan. Pemkot Makassar membuka ruang kolaborasi dengan pemerintah kabupaten tetangga seperti Gowa dan Maros untuk memperkuat ketahanan pangan regional.
“Kami butuh sinergi agar ketersediaan pangan di Makassar tetap terjaga,” jelasnya.(*)