Nyanyikan pada kami, kisah perjalanan Ammatoa yang turun ke bumi;

ia seorang pelancong ulung
yang turun ke dunia tengah di hari ke lima
setelah Tu Rie’ A’ra’na memisahkan gelap dan terang
juga melepas ikan-ikan dan burung-burung dari mulutnya
dengan pakaian sederhana ia mempersenjatai diri
tak ada pedang atau tameng apapun di lengannya
ia percaya hati yang bersih dan pikiran yang tunduk
mampu menghalau semua luka dan kejahatan
dengan menunggang burung kuajang
berpacu ia susuri langit tak berpantai
melihat gunung menjulang sepi
dan senja menggantung di tumit Tu Rie’ A’ra’na
ia melancong jauh ke utara, di sebelah matahari
lewati gurun pasir juga dataran es bukit-bukit beku
hatinya mengembang, terkesima seperti bunga mekar
hingga malam tiba dan ia masih mengembara
***
angin kemurkaan dari lubang hidung Tu Rie’ A’ra’na
datang mendorongnya dan kuajang yang membuta
berpacu dari arah barat ke timur, ia ingin kembali
dengan tergesa di lautan jauh tak berbintang. tetapi tak bisa
malam seakan abadi baginya
awan hitam meraung ke arahnya ketika ia melihat
wilayah gelap juga dataran-dataran terbenam
yang sudah tenggelam sejak sebelum waktu bermula.
jauh di seberang, terlihat juga utusan lain
yang lolos mencari daratan
sementara ketiadaan hampir melahapnya, tanpa pernah melihat
pulau, pantai kemilau, ataupun cahaya yang dicarinya
turunlah! ia dan para utusan lain memberi telinga
untuk kata-kata Tu Rie’ A’ra’na; jagai lino lollong bonena
kammayya tompa langi’, rupa tau, siagang borongnga
“jaga bumi beserta isinya, begitu juga langit, manusia, dan hutan”
***
ke bukit kecil bagai tempurung akhirnya ia datang
Tombolo, di sana, ia tinggal lama beranak pinak
bersama timbulnya dataran baru, ia menutur dongeng ajaib
dengan basing, suling panjang idamannya
ia mengajari orang-orang berpakaian hitam
sebagai cahaya malam yang mengiringi perjalanannya
melewati semesta, meninggalkan langit
ke negeri tersembunyi dengan bersedih hati
dan disinilah dia, di ruang-ruang abadi
dimana tahun-tahun tak terhingga bercahaya
bersama anak-cucu ia lepas burung-burung
yang kotorannya menumbuhkan pohon, menjadikan hutan
di kaki gunung Lompobattang di hadapan semua orang
kata-kata yang tak dikenal diucapkannya kala itu
tentang bahasa pepohonan, hati manusia
dan sesuatu yang lain jauh di atas sana
***
dari kaki gunung Lompobattang,
tempat mata air memercik lembut
sayap-sayap keabadian kuajang
membawanya berjalan ke dunia tengah
disana, didengarnya tangis sedih para wanita
juga bangsa-bangsa yang tejerumus ke lubang galian mereka
ia sadar, takdir berat terbeban di pundaknya
sampai bulan pudar dan bintang-bintang berlalu tak pernah lagi tanggal
di dataran jauh tempat manusia berada
selamanya ia menjadi petapa, dalam tugas yang tidak pernah usai
membawa lampu benderang; Pasang Ri Kajang
yang diambil langsung dari hati Tu Rie’ A’ra’na
***
Catatan :
1. Puisi prosaik ini adalah kutipan yang diambil dari rancangan novel Kaliara.
2. Tu Rie’ A’ra’na adalah sebutan lain bagi masyarakat Kajang untuk menyebut sang Pencipta
3. Ammatoa adalah sebutan untuk pemimpin tertinggi komunitas Kajang
4. Burung Kuajang adalah mitologi burung Garuda raksasa yang dipercaya orang Kajang
5. Tombolo adalah suatu daerah di bagian Kajang yang dipercaya masyarakat sebagai dataran pertama yang muncul setelah bumi tenggelam. Dinamai tombolo karena dataran itu awalnya adalah pulau kecil yang menyerupai tempurung kelapa terbalik.
The post Ammatoa; Sebuah Pengembaraan Awal appeared first on Kolong Kata.
Sumber: https://kolongkata.com/2020/02/27/ammatoa-sebuah-pengembaraan-awal/