REFLEKSI HARI KESAKTIAN PANCASILA: Membangun Karakter Bangsa Berbasis Nilai-Nilai Luhur

Oleh: Dr Munawir Kamaluddin

1 Oktober merupakan hari Kesaktian Pancasila , dalam situasi seperti ini menjadi penting untuk kita jadikan sebagai momentum merenungkan peran Pancasila dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa Indonesia.

Pancasila, sebagai dasar negara, memuat nilai-nilai universal yang dapat dijadikan landasan untuk membentuk karakter bangsa yang tangguh dan berintegritas. Pembentukan karakter ini sangat relevan untuk masa depan bangsa, terutama dalam menghadapi tantangan globalisasi, kemajuan teknologi, serta pergeseran nilai-nilai sosial dan moral.

Dalam refleksi ini, kita akan membahas bagaimana Pancasila dapat menjadi alat pembentuk karakter bangsa dan bagaimana nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sejalan dengan ajaran Islam.

1. Nilai Ketuhanan dan Pembentukan Karakter Spiritual.

Sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” mengajarkan pentingnya keyakinan terhadap Tuhan sebagai landasan moral dan spiritual.

Karakter bangsa yang kuat harus diawali dengan keyakinan yang kokoh terhadap Tuhan, yang mengajarkan kebenaran, keadilan, dan kasih sayang.

Al-Qur’an menekankan pentingnya keyakinan kepada Allah sebagai sumber segala kebaikan:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Firman Allah ini menegaskan bahwa tujuan utama manusia adalah beribadah kepada Allah, yang berarti membentuk karakter spiritual yang taat dan penuh tanggung jawab.

Dalam konteks Pancasila, sila pertama menjadi fondasi moral yang menuntun individu untuk berbuat baik, adil, dan bertanggung jawab dalam kehidupan sosial dan bernegara.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Menegakkan Keadilan.

Sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” sangat relevan dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan dalam Islam. Keadilan merupakan salah satu prinsip utama yang harus diterapkan dalam kehidupan sosial.

Pada firman Allah SWT. Yang termaktub dalam Al-Qur’an berulang kali menekankan pentingnya menegakkan keadilan:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (QS. An-Nahl: 90)

Prinsip ini sejalan dengan ajaran Islam yang menuntut agar manusia saling memperlakukan dengan adil dan penuh rasa kemanusiaan.

Dalam konteks pembentukan karakter bangsa, sikap adil ini harus ditanamkan sejak dini agar individu-individu dalam masyarakat dapat menjadi pilar-pilar yang kokoh bagi terciptanya kehidupan bernegara yang harmonis.

3. Persatuan Indonesia: Kesatuan dalam Keberagaman.

Sila ketiga, “Persatuan Indonesia,” mengajarkan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman bangsa. Islam juga mengajarkan umatnya untuk bersatu dan tidak terpecah belah:

“وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا”
Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. (QS. Ali Imran: 103)

Melalui Pesan Allah SWT. ini menekankan pentingnya persatuan dalam membangun kekuatan suatu umat.

Dalam konteks bangsa Indonesia yang multikultural, menjaga persatuan merupakan tugas mulia yang harus terus dijaga dan diwariskan kepada generasi penerus. Persatuan inilah yang menjadi kekuatan bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan:
Musyawarah dalam Islam*

Sila keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,” menegaskan pentingnya musyawarah dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan.

Prinsip ini sangat sejalan dengan ajaran Islam yang mengutamakan musyawarah (syura) dalam menyelesaikan urusan bersama:

“وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ”
Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka. (QS. Asy-Syura: 38)

Musyawarah adalah salah satu cara untuk mencapai keputusan yang adil dan bijaksana, serta mencerminkan kerendahan hati dan kebersamaan dalam memimpin.

Dalam pembentukan karakter bangsa, musyawarah mengajarkan pentingnya mendengarkan pendapat orang lain dan mencari solusi terbaik demi kebaikan bersama.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Tanggung Jawab Kolektif.

Sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” menegaskan komitmen untuk menciptakan keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyat. Dalam Islam, keadilan sosial adalah prinsip yang sangat dijunjung tinggi. Nabi Muhammad SAW bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. (HR. Bukhari)

Melalui Sabda Rasulullah ini menekankan tanggung jawab kolektif setiap individu dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan di tengah masyarakat.

Keadilan sosial bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab setiap warga negara dalam memastikan bahwa hak-hak setiap individu terpenuhi.

*Kesimpulan*

Refleksi Hari Kesaktian Pancasila menegaskan bahwa Pancasila tidak hanya merupakan dasar negara, tetapi juga pedoman dalam membentuk karakter bangsa yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur. Nilai-nilai Pancasila memiliki keselarasan yang kuat dengan ajaran Islam, yang mengajarkan tentang pentingnya ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial.

Dalam menghadapi tantangan masa depan, penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari menjadi kunci untuk membentuk generasi yang berkarakter kuat, bertanggung jawab, dan siap menghadapi perubahan global.

Dengan demikian, Pancasila bukan hanya sebagai simbol kesaktian bangsa, tetapi juga sebagai jalan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.(*)