Menjaga Lisan, Tips Panduan Islami Menghindari Fitnah

Oleh : Dr Munawir Kamaluddin

Dalam pandangan Islam lisan atau lidah adalah salah satu anugerah yang paling besar dari Penciota Yang Maha Pencipta.

Melalui lisan, manusia dapat berkomunikasi, menyampaikan kebenaran, menyebarkan ilmu, dan mengajak kepada kebajikan. Namun, lisan juga bisa menjadi sumber bencana besar apabila tidak dijaga dengan baik.

Realitas obyektif menunjukkan bahwasanya banyak bencana sosial dan pribadi yang bermula dari ucapan yang tidak terkendali, seperti fitnah, ghibah (menggunjing), dusta, dan ucapan yang menyakiti perasaan sesama.

Atas dasar itulah maka Islam memberikan perhatian yang besar dalam menjaga lisan agar tidak menyimpang dari jalan yang benar.

1. *Bahaya Lisan dalam Al-Qur’an*
a. *Bahaya Dusta*

Allah SWT memperingatkan bahaya lisan yang dusta melalui firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)

Fitman Allah SWT ini menegaskan pentingnya memastikan kebenaran sebelum menyebarkan berita. Ketidakbenaran bisa menimbulkan fitnah yang merugikan orang lain dan diri sendiri tentunya.

b. *Bahaya Fitnah*

Sebagai Penciota Yang Maha Halus dan Lembut juga memperingatkan manusia tentang bahaya fitnah yang dipandang lebih besar daripada tindakan pembunuhan:

وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
“Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.” (QS. Al-Baqarah: 191)

Oleh karena fitnah sering kali muncul dari ucapan yang tidak terkendali. Ketika seseorang menyebarkan kabar yang tidak benar, ia dapat menimbulkan perpecahan dan permusuhan di tengah masyarakat, dan bahkan bisa menjadi penyebab terputusnya silaturrahim antara orang yg tadinya akrab dan dekat menjadi saling membenci satu sama lain.

c. *Menjauhi Perkataan Sia-Sia*

Al-qur’an al-Karim sebagai firman Allah SWT. Telah banyak menekankan mengenai pentingnya berbicara dengan baik dan terkontrol.

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan orang yang menyuruh (manusia) bersedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (QS. An-Nisa’: 114)

Kebiasaan dalam berturur kata yang tidak bermanfaat dan sia-sia serta tidak membawa kebaikan, dan lebih baik ditinggalkan kecuali jika perkataan itu mengajak pada kebaikan dan perdamaian atau hal-hal yang produktif dan konstruktif.

2. *Bahaya Lisan dalam Hadits Nabi*
a. *Berbicara yang Baik atau Diam*

Rasulullah SAW memberikan pedoman yang sangat jelas tentang pentingnya menjaga lisan dalam hadits:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan bahwa berbicara yang baik atau diam adalah tanda keimanan seseorang. Ucapan yang tidak mengandung kebaikan dapat menjadi dosa jika tidak dijaga.

b. *Bahaya Perkataan yang Tidak Dipikirkan*

Rasulullah SAW juga memperingatkan tentang akibat dari ucapan yang tidak dipikirkan:

إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ
“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang ia tidak memikirkan akibatnya, dan karena satu kalimat itu, ia terjatuh ke dalam neraka lebih jauh daripada jarak timur dan barat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ucapan yang terucap tanpa pertimbangan dapat berdampak besar, bahkan menjadi sebab seseorang terjerumus ke dalam dosa besar.

c. *Meninggalkan Hal yang Tidak Bermanfaat*

Rasulullah SAW bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini mengajarkan agar kita menghindari pembicaraan yang tidak ada manfaatnya, sehingga lisan kita terjaga dari keburukan.

3. *Pandangan Ulama Tentang Bahaya Lisan*

a. *Imam An-Nawawi*

Imam An-Nawawi memberikan nasihat penting tentang bagaimana seseorang harus berhati-hati sebelum berbicara:

يَنْبَغِي لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَتَكَلَّمَ أَنْ يَفَكِّرَ قَبْلَ كَلَامِهِ، فَإِنْ ظَهَرَتِ الْمَصْلَحَةُ تَكَلَّمَ، وَإِلَّا فَإِنْ شَكَّ تَوَقَّفَ
“Hendaknya bagi seseorang yang hendak berbicara untuk berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Jika tampak adanya kemaslahatan, maka berbicaralah, namun jika ragu, maka tahanlah diri dari berbicara.” (Al-Adzkar, Imam An-Nawawi)

Imam An-Nawawi menekankan pentingnya mempertimbangkan manfaat dari setiap perkataan sebelum berbicara.

b. *Ibnul Qayyim*

Ibnul Qayyim juga memberikan peringatan tentang pentingnya menahan lisan:

إِنَّ الْمَرْءَ يُمْسِكُ لِسَانَهُ فَيَكُونُ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَلْفِ قَوْلٍ قَالَهُ
“Sesungguhnya seseorang menahan lisannya, dan itu lebih baik baginya daripada seribu perkataan yang ia ucapkan.” (Al-Fawaid, Ibnul Qayyim)

Menahan diri dari berbicara tanpa pertimbangan adalah lebih baik daripada mengucapkan banyak hal yang dapat membawa keburukan.

4. *Solusi Mengatasi Bahaya Lisan*

a. *Berpikir Sebelum Berbicara*

Salah satu solusi utama untuk menghindari bahaya lisan adalah berpikir sebelum berbicara. Ini sejalan dengan nasihat Imam An-Nawawi yang menganjurkan untuk memastikan bahwa perkataan yang akan diucapkan membawa manfaat. Jika tidak yakin, lebih baik diam.

b. *Berlatih Diam dalam Hal yang Tidak Bermanfaat*

Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat adalah salah satu bentuk menjaga lisan. Rasulullah SAW telah mengajarkan kita untuk meninggalkan hal-hal yang tidak ada gunanya:

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi)

Ucapan yang sia-sia dapat mengurangi kualitas iman dan menyebabkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.

c. *Memperbanyak Dzikir dan Istigfar*

Dengan menyibukkan diri dengan dzikir dan istigfar kepada Allah SWT adalah cara efektif untuk menjaga lisan dari ucapan buruk.

Dengan memperbanyak mengingat Allah, lisan kita akan terhindar dari perkataan yang sia-sia dan menyesatkan serta terpelihara dari perilaku yang dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian antar sesama.

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. Al-Mu’minun: 3)

Dengan memperbanyak dzikir dan istigfar , seseorang dapat mengisi lisannya dengan hal-hal yang bermanfaat dan bahkan menghindarkan dirinya dari perkataan yang bernuansa provokasi dan agitatif yang berefek pada sikap saling melemahkan satu sama lain

d. *Menjaga Persaudaraan dan Silaturahim*

Menjaga hubungan baik dengan sesama manusia melalui silaturahim dan menghindari fitnah serta ghibah adalah bentuk lain dari menjaga lisan. Islam sangat menganjurkan menjaga persaudaraan dan menghindari perkataan yang dapat merusak hubungan baik.

Rasulullah SAW bersabda:

لَا تَقَاطَعُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Janganlah kalian saling memutuskan hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci, dan jangan saling mendengki. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perkataan yang buruk sering kali menjadi pemicu rusaknya hubungan antara saudara dan kawan. Menjaga persaudaraan, baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat, adalah solusi efektif untuk menghindari bahaya lisan.

e. *Meningkatkan Ilmu dan Kesadaran tentang Bahaya Lisan*

Menambah ilmu tentang bahaya lisan akan membantu kita lebih berhati-hati dalam berbicara. Semakin seseorang memahami dampak negatif dari ucapan yang tidak terjaga, semakin besar kesadarannya untuk mengontrol lisan. Ulama sering kali memberikan nasihat tentang pentingnya memahami dampak dari lisan.

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qayyim:

إِنَّ مَعْرِفَةَ آثَارِ الْكَلَامِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ تُحْتِّمُ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَكُونَ حَذِرًا فِي كُلِّ كَلِمَةٍ يَقُولُهَا
“Sesungguhnya, pengetahuan tentang dampak perkataan di dunia dan akhirat mengharuskan seorang Muslim untuk berhati-hati dalam setiap kata yang ia ucapkan.” (Al-Fawaid, Ibnul Qayyim)

Oleh karena itu, mempelajari lebih banyak tentang akhlak Islam, adab berbicara, dan dampak lisan adalah langkah penting untuk menjaga diri dari bahaya lisan.

5. *Menjaga Lisan Sebagai Bentuk Taqwa*

Menjaga lisan adalah bagian dari manifestasi taqwa. Orang yang bertaqwa bukan hanya menjaga shalat, puasa, dan ibadah lainnya, tetapi juga menjaga ucapannya agar tidak merugikan orang lain. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)

Firman Allah SWT. ini menunjukkan bahwa perkataan yang benar dan baik merupakan salah satu tanda dari ketakwaan seorang Muslim. Orang yang menjaga lisannya dari keburukan telah berusaha untuk mencapai derajat taqwa yang lebih tinggi dan menghantarkan dirinya menjadi manusia mulia.

6. *Akibat Positif dari Menjaga Lisan*

Dalam perspektif Islam orang yang mampu menjaga lisannya akan mendapatkan berbagai manfaat, baik di dunia maupun di akhirat. Berikut adalah beberapa akibat positif dari menjaga lisan:

a. Mendapatkan Ridha Allah SWT

Orang yang menjaga lisannya dari perkataan yang buruk akan selalu berada dalam ridha Allah SWT. Allah SWT mencintai orang-orang yang menjaga kehormatan dan integritasnya melalui perkataan yang baik.

b. Memperbaiki Hubungan Sosial

Perkataan yang baik dan menjaga lisan dapat mempererat tali persaudaraan, memperbaiki hubungan sosial, dan menghindarkan kita dari konflik. Sebaliknya, perkataan yang buruk akan menimbulkan kebencian dan perpecahan.

c. Memperoleh Ketenangan Jiwa

Orang yang terbiasa menjaga lisannya akan merasakan ketenangan batin. Sebab, ia tidak perlu merasa khawatir atas perkataannya yang mungkin menyakiti orang lain atau menimbulkan konflik.

d. Selamat dari Neraka.
Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang menjamin (menjaga) apa yang ada di antara dua rahangnya (lisan) dan di antara dua kakinya (kemaluannya), maka aku akan menjamin baginya surga.” (HR. Bukhari)

Hadits ini menegaskan betapa pentingnya menjaga lisan sebagai jalan menuju surga. Orang yang mampu mengontrol ucapannya dijanjikan akan mendapatkan surga.

*Kesimpulan*

Bahaya lisan sangatlah besar jika tidak dijaga, karena lisan dapat membawa kerusakan sosial dan spiritual yang mendalam.

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pedoman yang jelas tentang menjaga lisan agar tetap dalam koridor kebaikan. Dengan menjaga lisan, seseorang bukan hanya menyelamatkan dirinya dari dosa, tetapi juga mendapatkan kedekatan dengan Allah SWT dan manusia lainnya.

Dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits Nabi, dan pandangan ulama menggarisbawahi pentingnya berpikir sebelum berbicara, meninggalkan perkataan yang sia-sia, serta mengisi lisan dengan dzikir dan kebaikan.

Menjaga lisan adalah bagian dari manifestasi taqwa yang akan membawa kebaikan di dunia dan akhirat.

Pada akhirnya, menjaga lisan adalah bagian dari upaya menjadi hamba Allah yang bertanggung jawab dan sadar akan dampak dari setiap ucapan.

Setiap perkataan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

Semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk menjaga lisan dan menjadikan setiap ucapan kita sebagai amal kebaikan yang membawa manfaat di dunia dan akhirat.(*)