Oleh: Dr Munawir Kamaluddin
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya media sosial, telah mengubah cara manusia berinteraksi. Meskipun media sosial dirancang untuk menghubungkan orang-orang dalam jalinan interaksi dan komunikasi satu sama lain.
Namun yang ironisnya, ia sering kali menciptakan isolasi sosial. Pengguna merasa terhubung secara digital namun terasing secara emosional dan sosial dalam kehidupan nyata.
Dalam perspektif pendidikan nilai dan karakter Islami, fenomena ini memerlukan kajian mendalam, terutama mengenai pentingnya silaturahim fisik dibandingkan dengan interaksi virtual semata.
1. *Media Sosial dan Isolasi Sosial: Keterhubungan yang Menjauhkan.*
Sejatinya media sosial diharapkan mampu memberikan keterhubungan tanpa batas, namun pada kenyataannya, banyak pengguna yang mengalami keterasingan sosial.
Fenomena ini mencerminkan konsep ghuraba’ dalam Islam, yaitu keterasingan atau keasingan dalam masyarakat.
Rasulullah SAW. dalam sebuah Hadits pernah bersabda:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana dimulai, maka beruntunglah orang-orang yang terasing.”
(HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan bahwa nilai-nilai Islam mungkin menjadi asing dalam masyarakat yang terpengaruh oleh kemajuan teknologi tanpa diimbangi dengan pemahaman spiritual.
Media sosial, meskipun menghubungkan orang secara virtual, dapat menjauhkan mereka dari interaksi sosial yang nyata dan bermakna, yang merupakan esensi dari hubungan manusia dalam Islam.
Seperti yang tertuang dalam Fitnan Allah SWT.:
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”
(QS. Ar-Rum: 7)
Firman Allah SWT. ini menegaskan bahwa manusia sering terjebak dalam aspek-aspek lahiriah dunia, seperti popularitas dan citra diri di media sosial, sehingga melalaikan tujuan akhir dan makna spiritual kehidupan.
Dalam konteks ini Pendidikan nilai dan karakter Islami harus menekankan pentingnya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, serta mengingatkan bahaya keterasingan spiritual akibat terlalu fokus pada dunia maya.
2. *Urgensi Silaturahim Fisik dalam Islam*
Membangun silaturrahim atau menjaga hubungan kekerabatan dan persaudaraan merupakan salah satu ajaran penting dalam Islam. Interaksi fisik dan pertemuan langsung memiliki nilai yang tidak dapat digantikan oleh komunikasi virtual.
Hal ini sejalan dengan Fitnan Allah SWT yang terdapat dalam surah An-Nisa :36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat…”
Melalui firman Allah SWT.. ini menekankan pentingnya berbuat baik kepada kerabat dekat, yang dalam praktiknya memerlukan interaksi langsung dan perhatian fisik.
Karena Media sosial tidak dapat sepenuhnya memenuhi kewajiban ini, disebabkan kedekatan emosional dan dukungan moral sering kali lebih efektif melalui pertemuan tatap muka.
Pandangan ini diperkuat oleh sabda Rasulullah SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim.”
Melalui Hadits ini menunjukkan bahwa silaturahim memiliki dampak langsung pada keberkahan rezeki dan umur seseorang. Interaksi fisik dan kunjungan langsung memperkuat ikatan kekeluargaan dan persaudaraan, yang tidak dapat digantikan oleh interaksi virtual.
3. *Dampak Negatif Ketergantungan pada Interaksi Virtual*
Ketergantungan pada interaksi virtual dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sosial, empati, dan hubungan emosional yang mendalam.
Karena ada nilai dan substansi yang tidak dapat terwakilkan kecuali melalui interaksi langsung secara fisik agar terbangun keterhubungan secara emosional.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menekankan pentingnya pergaulan yang baik dan interaksi sosial untuk mencapai kesempurnaan akhlak. Beliau menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesama untuk mengembangkan karakter dan moralitas. Interaksi yang dimaksud tentu melalui kontak langsung dan pertemuan secara fisik.
Dalam konteks Pendidikan nilai dan karakter Islami mengajarkan pentingnya interaksi sosial fisik sebagai sarana untuk mengembangkan empati, kasih sayang, dan solidaritas dan nilai altruisme antara satu dengan lainnya .
Ketergantungan pada media sosial dapat menghambat perkembangan ini dan menjadi penghalang keterhubungan secara emosional dikarenakan tidak melalui pendekatan fisik secara langsung.
Pada ayat al-qur’an yang terdapat dalam surah al- Hujurat : 10 memberikan penekanan bahwa orang berikan itu pada hakikatnya adalah satu dan bersaudara yang menggambarkan adanya kedekatan secara psikologis.
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat Rahmat.”
Melalui ayat ini secara implisit mengisyaratkan bahwa Persaudaraan dalam Islam menuntut interaksi yang nyata dan keterlibatan langsung dalam kehidupan sesama Muslim. Dalam konteks ini media sosial dapat menjadi alat bantu, tetapi tidak dapat menggantikan pentingnya pertemuan dan komunikasi fisik secara langsung.
4. *Pendidikan Nilai dan Karakter Islami dalam Menghadapi Era Digital*
Pendidikan nilai dan karakter Islami menjadi semakin penting untuk membekali generasi muda dalam menghadapi tantangan era digital, termasuk risiko isolasi sosial. Penelanan pada aspek ini tergambar melalui ajaran Al-qur’an :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”
(QS. At-Tahrim: 6)
Para pendidik khususnya orang tua sebagai komponen paling penting dalam sebuah rumah tangga memiliki tanggung jawab untuk membimbing putra putrinya sebagai generasi muda dalam penggunaan media sosial yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, termasuk menekankan pentingnya silaturahim fisik atau kontak secara langsung.
Rasulullah SAW. Dalam salahsatu Haditsnya telah bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks Pendidikan nilai dan karakter Islami harus melibatkan pengawasan dan arahan secara fisik dalam penggunaan teknologi, memastikan bahwa media sosial digunakan untuk kebaikan dan tidak menggantikan interaksi sosial yang sebenarnya secara langsung.
5. *Urgensi Silaturahim Fisik dalam Pembentukan Karakter*
Kontak langsung dan interaksi fisik memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan pengembangan nilai-nilai sosial dalam kehidupan . Allah SWT. Didalam al-qur’an tepatnya dalam surah al-Maidah: 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…”
Melakukan kerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan lebih efektif melalui interaksi langsung, di mana individu dapat berkontribusi secara nyata dalam komunitas mereka. Pendidikan harus mendorong partisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan.
Khalifah ke-2 pengganti Rasulullah SAW. Umar bin Khattab RA. Pernah berwasiat :
لَا يَغُرَّنَّكُمْ مَنْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ، فَإِنَّمَا هُوَ كَلَامٌ نَتَكَلَّمُ بِهِ، وَلَكِنِ انْظُرُوا إِلَى مَنْ يَعْمَلُ بِهِ
“Janganlah kalian terpesona oleh orang yang membaca Al-Qur’an, karena itu hanyalah perkataan yang kita ucapkan. Namun, lihatlah siapa yang mengamalkannya.”
Pernyataan Khalifah Umar Bin Khattab ini memberi konklusi bahwa tindakan perbuatan dan amalan nyata jauh lebih penting daripada pengetahuan semata. Komunikasi langsung melalui Interaksi fisik dan silaturahim adalah bentuk pengamalan nilai-nilai Islami yang tidak dapat digantikan oleh aktivitas di dunia maya atau dimedsos yang selama ini dipergunakan.
6.*Strategi Pendidikan untuk Mendorong Silaturahim Fisik*
a. Mengintegrasikan Kegiatan Sosial dalam Kurikulum
Dalam hal ini pendidikan formal melalui sekolah dapat mengadakan kegiatan yang mendorong siswa dalam melakukan interaksi sosial langsung, seperti kunjungan ke panti asuhan, kerja bakti, kerja kelompok, Kinjungan ke obyek wisata dan sarana ibadah atau kegiatan keagamaan bersama yang memungkinkan mereka melakukan aktivitas fisik.
b. Pendidikan Literasi Digital Islami
Melalui kegitan ini guru dan segenap tenaga pendidik lainnya dapat mentransformasi dan mengajarkan etika penggunaan media sosial sesuai dengan nilai-nilai Islam, memprioritaskan interaksi yang bermanfaat ,termasuk menghindari konten negatif yang dapat merusak akhlak dan perilaku sehari-hari akibat efek negatif dari medsos.
c. Mendorong Partisipasi dalam Komunitas
Gerakan yang berusaha memberikan dikasi serta mendorong siswa untuk terlibat dalam komunitas lokal, organisasi pemuda masjid, dan kegiatan sosial lainnya untuk memperkuat hubungan sosial diantara mereka.
*Kesimpulan*
Isolasi sosial akibat media sosial merupakan tantangan nyata dalam era digital. Pendidikan nilai dan karakter Islami memiliki peran penting dan strategis dalam membekali generasi muda agar mampu menghadapi tantangan ini dengan bijak.
Mengedukasi dan memberikan pencerahan tentang urgensi silaturahim fisik, memperkuat interaksi sosial nyata, dan menggunakan media sosial sesuai dengan prinsip-prinsip Islam adalah langkah-langkah yang harus diambil dan ditempuh sebagai upaya preventif sekaligus solutif terhadap kuatnya arus medsos dalam mempengaruhi perilaku dan karakter dari generasi kegenerasi
Pesan suci dati Pencipta Yang Maha Kuasa , Allah Rabbul ‘Alamin dalam al-Qur’an patut menjadi renungan sekaligus mitivasi dan arahan yang jelas bagaimana seharusnya menyikapi kehidupan ini dengan berbagai problematika dan dinamikanya yang menuntut adanya keseimbangan dari dalam menghadapi aneka ragam persoalan dalam hidup ini:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”
(QS. Al-‘Asr: 1-3)
Panduan dan arahan dari Diri Firman Allah SWT ini mmenggarisbawahi dan menekankan pentingnya iman, amal saleh, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Interaksi sosial fisik adalah sarana efektif untuk mewujudkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, fokus pada urgensi silaturahim fisik dan pendidikan nilai serta karakter Islami menjadi kunci dalam mengatasi dampak negatif media sosial, khususnya isolasi sosial. Mengedepankan interaksi sosial yang nyata sesuai dengan ajaran Islam akan membantu membentuk generasi yang seimbang dalam memanfaatkan teknologi tanpa mengorbankan nilai-nilai asasi yakni nilai kemanusiaan dan spiritual sebagai solusi yang tepat dan terarah.(*)