MAKASSAR – Kota Makassar, dengan ragam budaya dan kulinernya yang kaya, kini menatap peluang besar untuk diakui di panggung dunia melalui UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Baru-baru ini, Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) untuk Pengusulan Nominasi Anggota UCCN datang ke Makassar untuk melakukan visitasi, menilai kesiapan kota ini dalam bersaing sebagai salah satu kota kreatif dunia, khususnya di bidang gastronomi.
Kehadiran Tim Panselnas yang dipimpin oleh Ronny Loppies, Focal Point Ambon Creative City of Music UNESCO, serta Ananto Kusuma Seta, Koordinator Nasional Education for Sustainable Development (ESD) Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), dan perwakilan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), memberikan angin segar bagi Kota Makassar. Visitasi ini dilakukan untuk mengeksplorasi potensi gastronomi yang dimiliki Makassar, dengan fokus utama pada kuliner ikoniknya, Coto Makassar.
Coto Makassar, yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, menjadi simbol penting dalam upaya Makassar untuk meraih pengakuan internasional sebagai kota kreatif. Hidangan berkuah yang kaya rempah ini merupakan warisan kuliner yang mencerminkan perpaduan budaya, sejarah, dan interaksi sosial yang panjang di Makassar. Kekuatan gastronomi ini menjadi tumpuan utama Makassar dalam seleksi UCCN, bersaing dengan kota-kota seperti Kabupaten Bantul, Ponorogo, Malang, dan Kota Tangerang.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Makassar, Muhammad Roem, mengungkapkan keyakinannya bahwa Coto Makassar tidak hanya membawa identitas kuliner lokal tetapi juga bisa menjadi kekuatan global yang mengangkat nama kota ini di panggung internasional. “Coto Makassar sudah dikenal luas, dan ini merupakan kekayaan gastronomi yang harus terus kita jaga dan promosikan. Dengan adanya visitasi ini, saya yakin Makassar dapat menjadi salah satu kota yang diakui UNESCO sebagai kota kreatif gastronomi,” ujar Roem.
Selama visitasi, Tim Panselnas melakukan penilaian menyeluruh, mulai dari mencocokkan dossier yang diajukan hingga meninjau langsung kondisi lapangan. Mereka mengunjungi berbagai pusat kuliner di Makassar, berinteraksi dengan pelaku usaha kuliner, dan mengeksplorasi bagaimana gastronomi menjadi bagian integral dari identitas budaya kota ini. Penilaian ini sangat krusial dalam menentukan apakah Makassar layak diusulkan ke UNESCO sebagai bagian dari UCCN, yang hanya akan memilih dua kota dari lima kandidat nasional.
Makassar, dengan Coto sebagai primadona, berharap dapat mengukir prestasi besar di kancah global. Selain Coto, kuliner lainnya seperti pallubasa, sop konro, dan aneka makanan laut juga ikut disorot sebagai bagian dari kekayaan gastronomi yang akan dipromosikan secara global. Kota ini tidak hanya menawarkan rasa, tetapi juga sebuah cerita panjang tentang kebudayaan yang tercermin dalam kulinernya.
Jika berhasil masuk dalam jaringan UCCN, Kota Makassar akan memperoleh pengakuan sebagai salah satu kota kreatif dunia, yang akan membuka pintu bagi lebih banyak kolaborasi internasional dan meningkatkan daya tarik wisatawan mancanegara. “Kekuatan kuliner lokal kita, khususnya Coto Makassar, telah membentuk identitas yang kuat, dan inilah yang akan menjadi modal utama kita dalam seleksi ini,” tutup Roem optimis. (*)