RDP Komisi D DPRD Makassar Tindaklanjuti Pemutusan Hubungan Kerja Mantan Karyawan JNE

Makassar, – Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk menindaklanjuti laporan terkait pemutusan hubungan kerja seorang mantan karyawan PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) cabang Makassar, pada Kamis (7/8/2025).

RDP dipimpin oleh dr. Fahrizal Arrahman Husain dan turut dihadiri oleh anggota Komisi D, Muhlis A Misbah. Hadir pula perwakilan dari pihak eks karyawan JNE, yaitu Rahmawati yang mewakili suaminya, Andi Karim, serta manajemen JNE Makassar.

Bacaan Lainnya

Dalam keterangannya, Rahmawati menyampaikan keberatannya atas pemutusan kontrak kerja suaminya yang dinilai tidak transparan. Ia menegaskan hadir bukan untuk melakukan perlawanan, melainkan mencari kejelasan hukum dan etika dari proses pemutusan kerja tersebut.

“Saya hanya ingin mencari kejelasan. Sebab, hingga kini masih ada tanda tanya soal alasan tidak diperpanjangnya kontrak suami saya,” kata Rahmawati.

Ia menjelaskan bahwa pihak JNE, melalui seorang manajer bernama Erna, pernah menyebut pemutusan kontrak berkaitan dengan beredarnya sebuah video atau foto. Namun ketika ditanyakan lebih lanjut, hal tersebut disebutkan sudah dianggap selesai.

“Tapi dua hari kemudian, muncul lagi laporan. Saya tahu siapa yang melapor. Setelah itu, keputusan berubah dan kontrak suami saya tidak diperpanjang,” ujar Rahmawati.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti adanya kewajiban penggantian kaca mobil milik vendor yang dibebankan kepada suaminya, meski kontraknya sudah tidak diperpanjang dan tanpa melalui mekanisme resmi. Ia menilai hal itu tidak adil.

Menurutnya, Andi Karim juga sempat dituding merugikan perusahaan sebesar Rp23 juta. Namun saat meminta rincian perhitungan kerugian tersebut, pihak JNE tidak memberikan penjelasan tertulis.

“Yang saya pertanyakan, bagaimana hitungan Rp23 juta itu. Saat saya minta, pihak JNE hanya bilang tidak usah diperpanjang kontraknya, nanti juga dapat THR dan bingkisan,” kata Rahmawati.

Rahmawati juga menyoroti rekam jejak kerja Andi Karim selama menjadi kurir JNE. Ia menyebut suaminya mulai bekerja sejak 2017 tanpa pernah mendapatkan surat peringatan (SP). Ia juga menegaskan bahwa selama bekerja, Andi Karim menunjukkan loyalitas tinggi, bahkan tetap bekerja hanya 10 hari setelah menjalani operasi hernia.

“Dia pernah ditugaskan di jalur Makassar-Mamuju selama hampir setahun, pulang pergi tanpa libur. Tidak pernah alpa, izin, ataupun terlambat,” tutup Rahmawati.

Sementara itu, Kepala HRD JNE Makassar, Ernawati, mengatakan pemutusan kerja Andi Karim dilakukan akibat dugaan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP).

Salah satunya yakni beredarnya video yang memperlihatkan Andi Karim melakukan penyedotan solar dari unit kendaraan operasional.

“Yang diterima bukan foto yang beredar luas, tapi video yang disampaikan langsung ke kepala departemen. Video itu memperlihatkan Andi Karim sedang menyedot bahan bakar dari kendaraan operasional,” kata Erna, sapaan akrabnya.

Menurutnya, peristiwa itu terjadi pada jam istirahat dan disaksikan langsung oleh beberapa saksi mata. Ia menyebut, Andi Karim mengakui perbuatannya ketika diklarifikasi secara internal.

Setelah kejadian itu, istri Andi Karim, Rahmawati, disebut sempat menemui Ernawati secara pribadi untuk meminta agar suaminya dapat dipekerjakan kembali. Permintaan tersebut diajukan dengan alasan kondisi ekonomi keluarga.

“Saya sebenarnya sudah berusaha mencari solusi. Tapi regulasi perusahaan mengatur bahwa pelanggaran seperti ini punya sanksi tegas,” ujar Erna.

Ernawati menjelaskan Andi Karim merupakan karyawan dari perusahaan outsourcing rekanan, PT Multi Prestasi, dan bekerja di bawah sistem kontrak tertentu.

Berdasarkan regulasi yang mengacu pada PP Nomor 36 tentang ketenagakerjaan dalam kerangka Omnibus Law, evaluasi dilakukan lima tahun sekali. Namun, di PT JNE evaluasi dilakukan setiap tiga bulan sekali.

“Setiap tiga bulan dilakukan evaluasi kontrak. Dan karena dalam evaluasi terakhir ditemukan pelanggaran, maka kontrak tidak dilanjutkan,” katanya.

Terkait pertanyaan Rahmawati soal tidak adanya surat peringatan, Ernawati menjelaskan bahwa pada kasus sebelumnya dugaan pelanggaran sempat terjadi, namun tidak sampai ke HRD karena diselesaikan di tingkat departemen.

“Kami di JNE selalu mengutamakan toleransi jika pelanggaran itu terjadi pertama kali. Namun kalau sudah berulang, biasanya baru masuk ke HRD. Dan untuk kasus terakhir ini, kami langsung tangani sesuai regulasi internal,” kata dia.

Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak langsung melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa kajian. Perusahaan tetap memverifikasi fakta lapangan dan memastikan pelanggaran tersebut cukup signifikan untuk menjadi dasar tidak diperpanjangnya kontrak kerja.

“Kami sangat taat regulasi, selalu berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan. Sejauh ini JNE Makassar mempekerjakan 425 orang dan terus berupaya membantu membuka lapangan kerja secara terbuka dan sesuai aturan,” kata Erna.

Soal penggantian kaca mobil vendor, Ernawati mengatakan pihak HRD tidak memiliki kewenangan menjelaskan hal teknis tersebut karena merupakan domain tim operasional lapangan.

“Itu langsung ditangani oleh tim di lapangan. Saya tidak bisa menjelaskan detailnya agar tidak terjadi kekeliruan,” pungkas Erna.

Menanggapi pernyataan dari kedua belah pihak, Anggota DPRD Makassar Komisi D, dr. Fahrizal Arrahman Husain, mengatakan persoalan ini belum dapat disimpulkan secara sepihak.

“Menurut saya, kita cukup sulit menarik benang merah siapa yang benar atau salah. Karena itu, kami di DPRD menyarankan agar diadakan proses mediasi yang dimediasi langsung oleh Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar,” kata Dokter Ical, sapaan akrabnya.

Ia menegaskan mediasi penting untuk memberikan ruang dialog yang lebih netral dan menyeluruh antara kedua belah pihak.

“Harapan kami, dari mediasi itu bisa ditemukan arah penyelesaian yang adil. Dinas Ketenagakerjaan kami harapkan bisa memberikan solusi terbaik dari hasil proses mediasi nanti,” tutup Dokter Ical.(*)